Berikut ini terdapat beberapa macam jenis puisi menurut isinya berserta contoh puisi dan pengarangnya.
Contoh puisi balada :
Contoh puisi hina :
Picik tutur kata di skitar,
tatap tatap penuh fitnah menghakimi,
caci maki sumpah serapah menyumpal telinga,
mengikis ketegaran jiwa hingga jugrug.
TerperosokKu… kedalam lembah nan pekat,
seperti dalam gorong2 yg berbau anyir,
di tempat ternista alam mayapada.
InginKu bangkit kembali…
Merangkak di jalan setapak penuh duri,
bergelantung d akar tuk capai puncak,
menyongsong merekahNya sang mata jagat.
Contoh Puisi Ode:
Contoh puisi satire :
Contoh puisi romansa :
Contoh puisi elegi :
Contoh puisi religi :
1. Balada
Puisi
Balada adalah Puisi yang sederhana yang mengisahkan cerita rakyat yang
mengharukan. Biasanya, puisi ini selalu menceritakan mengenai rakyat dan
mempunyai unsur kemasyarakatan pada wilayah tertentu.
Contoh puisi balada :
Seperti Kemala, di kemit pekat
Rampas waktu sejenak,
Untuk melinangkan air mata.. .
Apakah harus menanti hujan ?
Agar bumi basah tuk sejenak saja.
Siasati kemauan rasa, rasa sakral yang tabu.
Lampion kecil terhempas ke pantai
Telacak pasir pantai, ombak menyapa perih.
“mengapa kau kejar sesuatu yang tak mungkin kau dapatkan?”
Lantunan harmoniku cukup
Rampas waktu sejenak,
Untuk melinangkan air mata.. .
Apakah harus menanti hujan ?
Agar bumi basah tuk sejenak saja.
Siasati kemauan rasa, rasa sakral yang tabu.
Lampion kecil terhempas ke pantai
Telacak pasir pantai, ombak menyapa perih.
“mengapa kau kejar sesuatu yang tak mungkin kau dapatkan?”
Lantunan harmoniku cukup
(Mega Diza)
Kenapa tanah disini merah?
Begitu aku bertanya ketika kami tiba dari
Rusia..
Ayah tersenyum penuh rahasia
Inilah salju
Jakarta
Tanah disini
Banyak mengandung besi
Berarti kuat dong, aku tertegun
Iya nak, kuat untuk dibangun
Lihatlah sekelilingmu
Dimana-mana generasi muda dan tua
Membawa map dan buku guna menuntut ilmu
Untuk membangun bersama
Indonesia,
repulik yang masih muda
tak peduli apakah pemuda rakyat atau hmi
yang penting kita bersama berdiri
diatas tanah merah ini.
Bahkan banyak yang rela untuk pergi
Ke luarnegeri, demi belajar serta
Rasa hormat dunia untuk pertiwi
Anakku, jangan kau lupa
Tanah airmu itu kaya
Harta karun tak terhingga
Terkandung di dalam perutnya
Dan hanya dengan ilmu
Kami simpan untuk generasimu
Demikian aku mulai hidup
Di atas tanah merah jakarta
Mencari diri dan membentuk
Seperti pemuda dimana-mana
Menempa besi menjadi baja.
Tetapi aku masih terlalu kecil
Ketika tiba-tiba terjadi
Peristiwa yang aku belum mengerti
Di suatu hari yang cerah
masih nampak biru
Warna langit pagi
Tanah menjadi lebih merah
Karena terkuak
gerigi
Roda tank- tank yang menderu
Dan tanpa disangka
Kampungku Gang Rambutan
Di pinggir jalan pasar Minggu
Masuk kedalam neraka
Kakiku masih melangkah
Tak sadar ke arah sekolah..
Tetapi di kiri kanan jalanan
Oh Tuhan..
Kenapa ini boleh terjadi
Seperti mimpi yang ngeri..
Mengapa Engkau pergi
Meninggalkan tempat ini?
Sementara itu terlihat
Dari segala penjuru
Bergerombol
banyak pemuda
Berbaju pencak silat
Dengan menabuh gendang
Dan berteriak Allahu Akbar!
Seketika itu suasana keruh
Rumah penduduk setempat diserbu
Gendang masih terdengar ditabuh
Kali ini tercampur teriakan pilu!
Wanita dan pria diseret keluar
Ditendang,digebuk,rambut terurai dicambuk
Rumah-rumah sudah siap dibakar
Sambil berteriak Allahu Akbar..!
Aku seperti terpaku berdiri
Tak tahu harus terus atau kembali
Tiba tiba seorang ibu berlari padaku
Tiarap! Tiarap neng, jangan tegak begitu!
Ia tutupi aku dengan selendang
Selendang yang panjang dan agak usang..
Tak tahu berapa lama kami bongkok sembunyi
Aku sempat melihat satuan PM datang
Mencoba mengembalikan ketertiban
Dari jauh terdengar tangisan bayi
Mungkin tanpa ibu, ditinggal sendiri..
Suasana jadi sangat sunyi
Dari jauh terdengar azan menyanyi
Seakan tak ada suatu terjadi
Begitu damai membelai di hati
Aku beranikan diri keluar dan lari
Lari dan lari tanpa nengok ke belakang
Kanan kiri sepanjang jalan
Nampak hanya reruntuhan
Didepan rumah orang-orang berkerumun
Hatiku terasa pilu bergetar
Dari mereka aku mendengar
Penggerebekan di sekitar kampung
Masih terus berlangsung
Penangkapan mulai terjadi
Aku nangis didada ibu
Pucat dengan rambut kusut
Airmata panas mengalir menyengat pipi
Mengapa Malam Kristal terjadi disini?
Rumah kami pula hancur
Buku campur alat dapur
Porakporanda dihalaman
Kapuk putih bagaikan salju
Bertebangan dari kuakan kasur
Orang tuaku hari itu dijemput
Bisu, gelapnya malam bagai selimut
Berhenti dua truk,seperti bayangan
Sosok-sosok bertopi baja mengepung halaman
Ibunda masih sempat berbisik mesra
Kuatlah anakku Dinusjka
Ini hanya sementara
Pasti kami pergi tak lama
Kita tak salah, kebenaran ada dipihak kita!
Tersedu susah melepas pelukan
Aku dan kakak ditinggal ditengah malam
Didepan rumah yang sudah hancur
Dengan hanya berbekal: harapan
Satu hal lagi pesan ibu
Jangan mudah membuka pintu
Kalau ada kenalan kami datang
Lebih baik kalian diam
Kini berkuasa jaman edan
Teman sendiri menjadi lawan
Dan diluar betul kata ibu
Suasana semakin tidak tentu
Tank-tank berdiri ditiap sudut jalan
Patroli PM kontrol terus jam malam
Di siang hari tank-tank menderu berang
Truk-truk penuh tentara bertopi baja
Senapan-senapan terhunus mengancam
Sambil bergelak ketawa seram
Menembak keatas, anjing dan ayam
Seolah-olah ini tanah
Masih kurang berwarna merah
Sehingga perlu ditambah
dengan
Lebih banyak tumpahan darah
Tak terasa empat bulan berlalu
Kami tetap di rumah mencoba survive
Dan tetap menunggu
Mengharap saat kembalinya ayah ibu
Tetangga banyak membantu
Kami ditampung beberapa waktu
Tukang sayur selalu datang
Dengan gratis memberi sayuran
Dan aku selalu menyesal
Aduh Bang belum ada uang..
Ngga apa Neng, gampang, bayar kapan-kapan..
Tetapi pada suatu hari
Pintu degedor bertubi-tubi
Rumah ini telah disita, kamu harus keluar
segera!
Jangan coba membawa barang suatu apa,
Ini semua telah milik negara!
Begitu cetus ia menghardik
Seorang kapten bernama Basuki
Terasa matanya ciut membidik
Badanku yang belum mulai puber
Ia komando pada mereka
Yang bersesak penuh dalam truk tentara
Semua pemuda berbaju hitam
Ini masih kecil kok, nggak perlu dihantam!
Awasi saja jangan mereka bawa barang
dan jaga ketat pintu belakang!
Dan kalian, anak-anak orang PKI
Jangan kira terlepas dari kami
Komunisme, seperti syphilis
Sampai tujuh turunan harus dibasmi!
Aku terduduk lemas, harus kemanakah kami?
Sedangkan sanak famili dengan panik lari
Menjauh, tak berani, meskipun aku bisa
mengerti
Tiba-tiba kami jadi paria, anak-anak penjahat
Jari telunjuk menunjuk, menusuk
Jauhi mereka, jangan dekat
Mereka telah dikutuk Tuhan!
Gara-gara ikut Komunis, ilmu setan!
Jaman memang berubah, tidak seperti dulu
Moral berjungkir balik dalam sekejap mata
Apa yang dulu baik, kini menjadi tercela
Mode ‘orang kaya baru’
merajalela
Muncul di mana-mana tante bergaya girang
Bibir bergincu merah dan berbadan sintal
Memakai celana jengki, rambut disasak tinggi
Jalan melenggang dengan bedinde belanja di
pasar pagi
Om-om senang menyelusur jalanan dengan jip
kantor
pada waktu kantor, ini memang moral koruptor
Matanya buas mencari mangsa
Gadis-gadis
yang belum dewasa
Isteri tentara,kopral dan sersan
Mendadak kaya,bergaya nyonya besar
Isteri jendral dan overste berlomba-lomba
Membeli titel aristokrat
berdarah biru, seakan malu,
Kalau merah berarti merakyat
Tanah merah aku tetap teringat
Tanah Jakarta yang semakin padat
Makin sedikit buatnya untuk merasa bebas
Semakin sedikit ia bisa bernafas
Sampai kini kubertanya setiap hari
Mengapa tanah merah yang aku ingat
Tidak buat manusia menjadi kuat?
Kuat untuk terus semangat, mencari jatidiri
Dan tidak saling membenci dan khianat?
(Dini Setyowati)
2. Hina
Puisi
Hina adalah Puisi yang rendah kedudukannya, rendah derajat atau martabatnya.
Biasanya puisi ini digunakan untuk menghina seseorang. Atau menghina sesuatu.
Unsur yang dimilikinya ialah unsuer kekerasan dan tercela.
Contoh puisi hina :
Aku ini manusia hina
Mencari manisnya dunia
Mengagumi dunia fana
Menjelajah enaknya dosa
Aku ini merasa hina
Sebab putih tlah terjamah
Putih bening tlah jadi arang
Hitam legam tersesat dalam kelam
Aku ini merasa hina
Mencari manisnya dunia
Mengagumi dunia fana
Menjelajah enaknya dosa
Aku ini merasa hina
Sebab putih tlah terjamah
Putih bening tlah jadi arang
Hitam legam tersesat dalam kelam
Aku ini merasa hina
Tersungkur kekal dalam sesal
Mengubur diri yang tlah kelam
Mengharap Pencipta lepaskan diri dari fana
(Khairul Muas)
Picik tutur kata di skitar,
tatap tatap penuh fitnah menghakimi,
caci maki sumpah serapah menyumpal telinga,
mengikis ketegaran jiwa hingga jugrug.
TerperosokKu… kedalam lembah nan pekat,
seperti dalam gorong2 yg berbau anyir,
di tempat ternista alam mayapada.
InginKu bangkit kembali…
Merangkak di jalan setapak penuh duri,
bergelantung d akar tuk capai puncak,
menyongsong merekahNya sang mata jagat.
Inginku tegak kembali…
menghirup kembali norma2 kebenaran,
dan teriakan teriakan kebebasan penuh mulia.
menghirup kembali norma2 kebenaran,
dan teriakan teriakan kebebasan penuh mulia.
(Ayu Wulandri)
3. Ode
Puisi
Ode adalah Puisi untuk pujian terhadapa seseorang, benda, peristiwa yang
dimuliakan. Puisi Ode merupakan sejenis puisi yang dipersembahkan untuk
menyanjung seseorang, atau hewan, atau benda. Pada sebuah ode emosi sajak
ditata sedemikian hingga terasa meningkat dari bait ke bait, dan dengan demikian
terasakan kedalaman perasaan yang mewakili ekspresi dan curahan pemikiran atau
perenungan.
Contoh Puisi Ode:
panas surya mecah pandangan
tapi tak cukup kaburkan wajah anak istri
keras laju motor beradu bising angkutan
tapi deru perut yang lapar yang tak pernah
diam
lalu diri tercebur dalam pabrik-pabrik
membakar raga dan perasaan hangus
terpanggang bagai ikan di panggangan
hingga matang, hingga para bos berebut
yang telah matang
jiwa ini telah lunglai, badan ini sudah loyo
berharap anak+istri datang membelai,
lepaskan kelelahan, basuhi kekeringan,
Oh...hidup telah mulai lagi
Dan tuhan sudah mulai tertawa
(Fitrah Nugraha)
dalam diriku masih tertinggal darahmu
bau nafasmu yang selalu terkenang
menyusur kemana aku melangkah
sudah berapa sabun habis terpakai?
kata-kata kotormu masih menempel
mengacuhkanmu hanya sia-sia
karena bayang wajahmu penuhi langit otak ini
berapa lama ingatanku tentangmu bisa lepas?
lalu aku benamkan ceritamu dalam kakus
hingga penghabisan
hingga kau tak panggil lagi namaku
hingga kau menemukan tempat buat kembali
(Fitrah Nugraha)
4. Satire
Puisi
Satire adalah puisi yang mempunyai unsur sindiran atau ejekan. Dalam puisi ini,
unsur yang sering muncul dalam puisi ini adalah sindiran atau ejekan karena
menyebutkan nama sesuatu hal atau kesal terhadap sesuatu.
Contoh puisi satire :
Gerangan kelabu rembulan
Getaran terjadi berbulan-bulan
Gersangan dengan imbalan
Gurauan berangka sembilan
Tiraian karpet diguling
Burung bermain suling
Laut menjadi bunting
Otak menjadi sinting
Hujan turunkan tangis
Galak merpati yang bengis
Tetesan air yang ngis-ngis
Payung yang menangkis
Apa gunanya sajak yang aneh
Ritma Ritme begitu sama
Tersungkurnya otak ke empang
Urut badan menyutra selendang
Tugas macam apa ini
Membuat kode yang begitu sulit
Terkumpul hari ini
Membuat air seni berbelit-belit
(Wahyu Dwi Lesmono)
Pagi hari yang sunyi
Kau temani diriku
Ku hisap kau pelan-pelan
Kau masuki setiap inci paru-paruku
Kurelakan tubuhku kau rasuki
Ku tahu itu
Ku rasakan itu
Kopi cinta sebagai pasanganmu
Menemani hari-hariku
Tak lebih tak kurang
Penghancur pelan
Dengan nikmat sesaat
Makin ku hisap dirimu
Makin tak kuasa ku tolak
Walau ku sadar kau wahai racun jingga
Yang mengotori setiap tetes darahku
Aku harus berhenti menjadikanmu teman
Kau harus kutinggalkan di hari-hariku kini
Walau dalam kesendirianku
Dalam kesunyian dan kesepian
Aku yakin aku bisa
Selamat tinggal racun jingga
Kau temani diriku
Ku hisap kau pelan-pelan
Kau masuki setiap inci paru-paruku
Kurelakan tubuhku kau rasuki
Ku tahu itu
Ku rasakan itu
Kopi cinta sebagai pasanganmu
Menemani hari-hariku
Tak lebih tak kurang
Penghancur pelan
Dengan nikmat sesaat
Makin ku hisap dirimu
Makin tak kuasa ku tolak
Walau ku sadar kau wahai racun jingga
Yang mengotori setiap tetes darahku
Aku harus berhenti menjadikanmu teman
Kau harus kutinggalkan di hari-hariku kini
Walau dalam kesendirianku
Dalam kesunyian dan kesepian
Aku yakin aku bisa
Selamat tinggal racun jingga
(Alip Purwardono)
5. Romansa
Puisi
Romansa adalah puisi yang memiliki ciri khas tindakan, kepahlawanan, kehebatan,
dan beberapa unsur romantis. Biasanya puisi ini mengandung rasa romantis saat
membaca dan mendengarkannya.
Contoh puisi romansa :
Sempurnakan jerit setangkai bunga
Agar mimpi jangan gelisah
Waktu pagi dibasuh tangisan kecil
Tapi aku tak ingin siapa pun
Mengusik ujung kelopaknya
Sebab setiap tetes embun
Adalah suara rintihan riwayat
Kerinduan
Tak perlu jambangan
Sebab akulah jambangan setiap rintihan
Tuhan kutaruh keyakinan
Jangan kau sembunyi di balik anganangan
(Arsyad Indriadi)
Di bawah bulan kau asyik merajut perca sutra
Kupetikan melati di antara meihwa
Angin Gobi berembus di daratan Indonesia
Tapi kau telah melahirkan seekor Hong
Di bulan Desember kau berikan segalanya
dalam tiupan sembilanbelas lilin merah padaku
dan setiap pagi
kita takjub mendengar kicaunya
Sejak ia tersesat di hutan Yang Liu
dan tak pernah kembali lagi Sui Lan
Sejak itu pula tak pernah lagi
kudengar nyanyian Chun Chiu
Dalam malam yang kelam
ranjang tak pernah lagi memberi arti
Di mata terpejam aku bangkit
dari serbuk bintangbintang
Kutatap pucuk hutan pinus
dan tenggelam di sungai Yang Tze
(Arsyad Indriadi)
6. Elegi
Puisi
Elegi adalah puisi mengandung ratapan duka atau unsur sedih. Biasanya puisi elegi
ini menyangkut sebuah subjek atau objek yang mempunyai unsur duka atau sedih.
Contoh puisi elegi :
Ketika cintamu datang seketika
Biarkan dia datang untukku
Bukan untuk saat ini saja
Tapi untuk selamanya
Rasa adalah milikmu
Penantian adalah milikku
Hingga saatnya dipersatukan
Dalam satu ikatan
Akankah rasa itu ada untukku
Atau hanya sekilas lintas
Bagai helai daun yang dihempas angin
Jauh lalu jatuh ke lain hati
Namun asaku berharap
Sebagai persinggahan terakhirnya
Bulan tertutup awan kelam
Di separuh malam yang dingin dan sunyi
Aku terdiam dan termenung
Menatap esok penuh tantangan
Akupun tetap pasrah
Menanti cinta yang tak kunjung tiba
(Abdul Yunus)
Selepas sepi kembali
menggenggam,
suara nafiri sengkala rindu mengayun ufuk waktu.
Lengkingnya merobek senyap membacakan bait-bait sejarah cinta kita dimasa-masa lalu.
Di kamar ini ada tanya tak berjawab dan jerit tak terucap..
Mensyaratkan rindu syahdu yang dihempas ombak tanpa pantai.
Kapan dapat menuntun khidmat hayatku,
Jika takdir tak berpihak kepada kehendak bersamamu.
Hanya letih dan jenuh yang bisa setia menemani sementara aku dan diriku bercakap-cakap.
Saat malam beranjak meninggi, Hanya rembulan
syahdu memandang berkaca-kaca.
Saat sinar surya merobek kalender,
Kupelajari cara berdesah panjang mengulum zaman.
Hari-hariku sepi, karena aku kubur seusai pemakaman.
Jiwaku perih tanpa bekas-bekas tergores.
Kepada Embun kepada Awan, Damai ada padamu saat fajar dan hujan.
Kusampaikan salam hormatku...
Semoga ketika kue ulang-tahun teriris lagi kelak,
peran sandiwara ini telah usai.
Karena aku tak hendak mengajukan keluhan, ke mahkamah agung dimana Tuhan bertahta
suara nafiri sengkala rindu mengayun ufuk waktu.
Lengkingnya merobek senyap membacakan bait-bait sejarah cinta kita dimasa-masa lalu.
Di kamar ini ada tanya tak berjawab dan jerit tak terucap..
Mensyaratkan rindu syahdu yang dihempas ombak tanpa pantai.
Kapan dapat menuntun khidmat hayatku,
Jika takdir tak berpihak kepada kehendak bersamamu.
Hanya letih dan jenuh yang bisa setia menemani sementara aku dan diriku bercakap-cakap.
Saat malam beranjak meninggi, Hanya rembulan
syahdu memandang berkaca-kaca.
Saat sinar surya merobek kalender,
Kupelajari cara berdesah panjang mengulum zaman.
Hari-hariku sepi, karena aku kubur seusai pemakaman.
Jiwaku perih tanpa bekas-bekas tergores.
Kepada Embun kepada Awan, Damai ada padamu saat fajar dan hujan.
Kusampaikan salam hormatku...
Semoga ketika kue ulang-tahun teriris lagi kelak,
peran sandiwara ini telah usai.
Karena aku tak hendak mengajukan keluhan, ke mahkamah agung dimana Tuhan bertahta
(Abdul Hamid Wahid)
7. Religi
Puisi
Religi adalah puisi yang mempunyai unsur keagamaan, akidah, dan kepercayaan.
Biasanya puisi ini banyak mengandung unsur ketuhanan dan agama.
Contoh puisi religi :
Hari ini…..
Nyanyian ketakutan kembali berguncang
Batinku bergemuruh
Suara malam mulai mengusik tidurku
Seolah berpesan padaku
Bangunlah dari tidurmu
selama ini
Jangan kau sia-siakan
hidup ini
Hidup hanya sekali
Ingat Rabb yang
menciptakanmu
Kau hanya makhluk hina
Ketika dirimu berkata
“ya, Rabb , hilangkan dari diri-diri ini
sifat sombong ? rabbmu
berkata tidak d‘ tidak akan dihilangkan kau yang harus menyerahkannya kepadaku
renungkan awal dan
akhir hidupmu
kita hanya
makhluk-makhluk yang sedang menunggu mati
sudah siapkan
menghadap tuhanmu, teruslah bertanya seperti itu
mudah-mudahan kau
tersadarkan
jangan pernah merasa
memiliki dan dimiliki kecuali merasa memiliki dan dimiliki oleh rabbmu
(Ira Miranda)
Ya Allah.....
Ampuni hambaMU yang tak berdaya ini
Yang selalu turuti hawa nafsu
Ada sedikit pengetahuan tertanam, memang
Tapi segunung ajakan kiri selalu menghantu
Ya Allah...
Hamba ingin jadi hambaMu sejati
Tapi mengapa.....?
Mengapa ruh kekuatan belum juga tiba
Mengapa diri ini masih yang dulu
Yang tak berkembang.......yang tak beranjak
Yang tak melaju menjemput masa depan
Mengapa diri ini masih berdiam diri
Takluk dalam genggam birahi...?
Ya Allah......
Sirami kepadanya cahaya kekuatanMU
Untuk mengusir bisikan-bisikan palsu
Menepis pikiran-pikiran tanpa etika
Biarkan ia menjadi lebih baik
Biarkan ia berbenah diri
Berikan padanya kesadaran, sebenar-benarnya
kesadaran
Ya Allah....
Hanya ridhoMu yang abadi
Abadi dan sejati
Ya …Allah
Saksikan dan dukunglah
Niat hamba yang tak berdaya ini
untuk berubah dan memperbaiki diri
Hamba memang sering ingkar janji
Maka hamba minta..
MaafMu terbuka tiap waktu
(Cario Ramadhan)
No comments :
Post a Comment
Apabila ada komentar, pertanyaan, maupun tanggapan silahkan kirimkan komentar disini sesuai dengan postingan ini. Jika terdapat isi komentar yang tidak pantas sesuai dengan etika dalam berkomentar di blog, maka komentar tidak akan dipublis. Pertanyaan dan tanggapan akan segera dibalas.